silahkan dibaca ya..
KISAH CINDERELLA
Pada zaman dahulu kala,ada seorang gadis yang baik hati bernama
Cinderella.Dia sangat baik hati dan cantik.tetapi sayang,ayahnya telah
meninggal dunia.dan sepeninggal ayahnya ia tinggal bersama ibu dan
saudara tirinya.setiap hari ia disiksa,dengan cara disuruh mencuci
piring,mengepel lantai dan melayani mereka.
Walaupun begitu Cinderella tetap percaya bahwa suatu hari ia akan
hidup bahagia.Suatu hari,seorang pangeran ingin mencari permaisuri maka
diadakanlah sebuah pesta dansa besar di istana, tetapi Cinderella tidak
diijinkan untuk ikut. Tetapi, Ibu Peri datang dan menolongnya.
Cinderella pun disulap menjadi seorang putri cantik. Di istana, sang
pangeran jatuh cinta pada Cinderella, lalu mengajaknya berdansa.
Cinderella jadi lupa, bahwa ia tak boleh pulang lebih dari jam 12,
karena pada jam itu semua sihir Ibu Peri berakhir. Denting lonceng pukul
12 terdengar, dan Cinderella berlari.
Tak terasa, sebelah sepatu kacanya terlepas dan tercecer di tangga
istana. Sang pangeran memungutnya, dan mengumumkan barangsiapa kakinya
pas dengan sepatu itu, siapapun dia, akan dia jadikan isteri. Namun,
sepatu itu tidak pas di kaki siapapun yang mencobanya, termasuk 2 kakak
tiri Cinderella. Cinderella lalu ikut mencoba, dan kakinya pas!
Cinderella akhirnya menikah dengan Pangeran dan hidup bahagia selamanya.
KISAH SEMUT DAN MERPATI
Pada suatu hari, seekor semut yang sedang berjalan-jalan mencari
makan di pinggir sungai. Ѕeperti biasa dia berjalan dengan riang dan
karena kurang hati-hati tiba-tiba ia terjatuh ke dalam sungai.
Arus sungai menghanyutkannya, semut itu timbul tenggelam dan
kelelahan berusaha untuk menepi tapi tidak berhasil. Seekor burung
merpati yang kebetulan bertengger di ranting pohon yang melintang di
atas sungai melihat semut yang hampir tenggelam dan merasa iba.
Burung merpati ini memetik daun dan menjatuhkannya didekat semut.
Semut merayap naik ke atas daun dan akhirnya berhasil menyelamatkan
dirinya dengan bantuan daun tersebut, mendarat di tepi sungai.
Tidak lama kemudian, sang semut melihat seorang pemburu burung sedang
mengendap-endap berusaha mendekati burung merpati yang telah
menolongnya tadi. Semut menyadari bahaya yang membayangi merpati yang
baik tersebut, segera berlari mendekati pemburu, dan menggigit kaki sang
pemburu.
Pemburu itu kesakitan dan terkejut, mengibaskan ranting yang tadinya
akan digunakan untuk menangkap burung. Burung Merpati menyadari
keberadaan pemburu yang sibuk mengibas-ngibaskan ranting kesakitan.
Akhirnya sang burung pun terbang menyelamatkan dirinya.
KISAH SEMUT DAN KEPOMPONG
Seekor semut merayap dengan gesit di bawah sinar matahari. Memanjat
pohon, dan menelusuri ranting dengan lincah. Dia sedang mencari makanan
saat tiba-tiba dia melihat kepompong tergantung di selembar daun.
Kepompong itu terlihat mulai bergerak-gerak sedikit, tanda apa yang
ada di dalamnya akan segera keluar.
Gerakan-gerakan dari kepompong tersebut menarik perhatian semut yang
baru pertama kali ini melihat kepompong yang bisa bergerak-gerak. Dia
mendekat dan berkata :
“Aduh kasian sekali kamu ini” kata semut itu dengan nada antara kasihan dan menghina.
“Nasibmu malang sekali, sementara aku bisa lari kesana kemari
sekehendak hatiku, dan kalau aku ingin aku bisa memanjat pohon yang
tertinggi sekalipun, kamu terperangkap dalam kulitmu, hanya bisa
menggerakkan sedikit saja tubuhmu”. Kepompong mendengar semua yang
dikatakan oleh semut, tapi dia diam saja tidak menjawab.
Beberapa hari kemudian, saat semut kembali ketempat kepompong
tersebut, dia terkejut saat melihat yang kepompong itu sudah kosong yang
ada tinggal cangkangnya.
Saat dia sedang bertanya-tanya dalam hati apa yang terjadi dengan isi
dari kepompong itu, tiba-tiba dia merasakan hembusan angin dan adanya
kepakan sayap kupu-kupu yang indah di belakangnya.
“Wahai semut, lihatlah diriku sekarang baik-baik” kupu-kupu yang indah menyapa semut yang tertegun melihatnya.
“Akulah mahluk yang kau kasihani beberapa hari lalu ! Saat itu aku
masih ada di dalam kepompong. Sekarang kau boleh sesumbar bahwa kau bisa
berlari cepat dan memanjat tinggi. Tapi mungkin aku tidak akan perduli,
karena aku akan terbang tinggi dan tidak mendengar apa yang kau
katakan”.
Sambil berkata demikian, kupu-kupu itu terbang tinggi ke udara,
meniti hembusan angin, dan dalam sekejap hilang dari pandangan sang
semut.
KISAH BURUNG ELANG YANG MALANG
Alkisah pada suatu hari seorang peternak menemukan telur burung
elang. Dia meletakkan telur burung elang tersebut dalam kandang ayamnya.
Telur itu dierami oleh seekor induk ayam yang ada dikandang. Kemudian
pada akhirnya telur elang tersebut menetas, bersamaan dengan telur-telur
ayam lain yang dierami oleh induk ayam.
Elang kecil tumbuh bersama dengan anak-anak ayam yang menetas
bersamaan dengannya. Dia mengikuti apa yang dikerjakan oleh anak-anak
ayam tersebut, sambil mengira bahwa dia juga adalah seekor ayam. Dia
ikut mencakar-cakar tanah untuk mencari cacing dan serangga. Dia
menirukan suara ayam, berkotek-kotek dan bermain bersama-sama anak ayam.
Kadang dia mencoba mengepakkan sayapnya tapi sekedar untuk meloncat
tidak berapa jauh, seperti yang biasa dilakukan oleh anak-anak ayam yang
lain. Hari-hari berlalu, tahun berganti sampai akhirnya elang ini cukup
tua.
Pada suatu hari dia melihat burung terbang tinggi di atas langit.
Burung itu terbang melayang dengan megah menantang angin yang bertiup
kencang, tanpa mengepakkan sayap. Burung elang tersebut bertanya pada
temannya, seekor ayam. “Siapakah itu yang terbang tinggi ?”
Temannya menjawab, dia adalah sang burung Elang, raja dari segala
burung. Dia adalah mahluk angkasa yang bebas terbang menembus awan, kita
adalah mahluk biasa yang tempatnya memang mencari makan di bumi, kita
hanyalah ayam. Akhirnya elang ini melanjutkan hidupnya sebagai ayam,
sampai akhir hayatnya. Dia tidak pernah menyadari siapa sejatinya
dirinya, selain seekor ayam, karena itulah yang dia ketahui dan percaya
sejak kecil.
KISAH NABI SULAIMAN DAN SEMUT
Sulaiman bin Daud adalah satu-satunya Nabi yang memperoleh
keistimewaan dari Allah SWT sehingga bisa memahami bahasa binatang. Dia
bisa bicara dengan burung Hud Hud dan juga boleh memahami bahasa semut.
Dalam Al-Quran surah An Naml, ayat 18-26 adalah contoh dari sebahagian
ayat yang menceritakan akan keistimewaan Nabi yang sangat kaya raya ini.
Firman Allah, Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata, hai
manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami
diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu
karunia yang nyata.
Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan
burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan) sehingga
apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, hai
semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak
oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.
Maka Nabi Sulaiman tersenyum dengan tertawa kerana mendengar
perkataan semut itu. Katanya, Ya Rabbi, limpahkan kepadaku karunia
untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan
kepada kedua orang tuaku; karuniakan padaku hingga boleh mengerjakan
amal soleh yang Engkau ridhai; dan masukkan aku dengan rahmat-Mu ke
dalam golongan hamba-hambaMu yang soleh. (An-Naml: 16-19)
Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu hari Nabi Sulaiman as bertanya
kepada seekor semut, Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi rezeki
dari Allah dalam waktu satu tahun? Sebesar biji gandum, jawabnya.
Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu
memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman
membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun, didapatinya si semut
hanya memakan sebahagian biji gandum itu. Mengapa engkau hanya memakan
sebahagian dan tidak menghabiskannya? tanya Nabi Sulaiman. Dahulu aku
bertawakal dan pasrah diri kepada Allah, jawab si semut. Dengan
tawakal kepada-Nya aku yakin bahawa Dia tidak akan melupakanku. Ketika
aku berpasrah kepadamu, aku tidak yakin apakah engkau akan ingat
kepadaku pada tahun berikutnya sehingga boleh memperoleh sebiji gandum
lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Kerana itu, aku harus tinggalkan
sebahagian sebagai bekal tahun berikutnya.
Nabi Sulaiman, walaupun ia sangat kaya raya, namun kekayaannya adalah
nisbi dan terbatas. Yang Maha Kaya secara mutlak hanyalah Allah SWT
semata-mata. Nabi Sulaiman, meskipun sangat baik dan kasih, namun yang
Maha Baik dan Maha Kasih dari seluruh pengasih hanyalah Allah SWT
semata. Dalam diri Nabi Sulaiman tersimpan sifat terbatas dan kenisbian
yang tidak dapat dipisahkan; sementara dalam Zat Allah sifat mutlak dan
absolut.
Bagaimanapun kayanya Nabi Sulaiman, dia tetap manusia biasa yang
tidak boleh sepenuhnya dijadikan tempat bergantung. Bagaimana kasihnya
Nabi Sulaiman, dia adalah manusia biasa yang menyimpan
kedaifan-kedaifannya tersendiri. Hal itu diketahui oleh semut Nabi
Sulaiman. Kerana itu, dia masih tidak percaya kepada janji Nabi Sulaiman
ke atasnya. Bukan kerana khuatir Nabi Sulaiman akan ingkar janji, namun
khuatir Nabi Sulaiman tidak mampu memenuhinya lantaran sifat
manusiawinya. Tawakal atau berpasrah diri bulat-bulat hanyalah kepada
Allah SWT semata, bukan kepada manusia.
PAHALA HIDANGAN
Abu Ja’far bin Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia
menceritakan tentang Isa. Isa berkata kepada Bani Israel, “Maukah kamu
berpuasa tiga hari karena Allah. Kemudian, jika kamu memohon sesuatu
kepada-Nya, niscaya Dia memberi apa yang kamu pinta, sebab pahala orang
yang beramal itu bagi orang yang beramal karena Dia.” Mereka pun
melakukannya, lalu berkata, “Hai pengajar kebaikan, kamu mengatakan
kepada kami bahwa pahala orang yang beramal itu diberikan kepada orang
yang beramal karena Dia, kamu pun menyuruh kami berpuasa selama tiga
hari lalu kami melakukannya, dan tidaklah kami bekerja pada seseorang
selama 30 hari melainkan dia memberi kami makanan tatkala persediaan
makanan kami habis. Apakah Tuhanmu mampu menurunkan hidangan dari
langit?”
Maka Isa berkata, “Bertakwalah kepada Allah, jika kamu merupakan
orang-orang yang beriman.” Mereka berkata, “Kami ingin memakannya
sehingga hati kami menjadi tenteram dan kami pun yakin bahwa kamu telah
berkata benar kepada kami, lalu kami akan menjadi orang-orang yang
menyaksikan hidangan itu.”Isa putra Maryam berdoa. “Ya Allah Tuhan kami,
turunkanlah suatu hidangan dari langit yang akan menjadi tanda yang
menunjukkan kekuasaan-Mu; anugerahkanlah rezeki kepada kami dan
Engkaulah pemberi rezeki yang paling utama.”
Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu
kepadamu. Barangsiapa diantara kamu kamu yang kafir sesudah itu, maka
sesungguhnya Aku akan mengazabnya dengan suatu azab yang belum pernah
Kutimpakan kepada seorang makhluk pun.” Ibnu Abbas melanjutkan: maka
malaikat terbang membawa hidangan dari langit. Hidangan itu berisi tujuh
jenis ikan dan tujuh jenis roti. Malaikat meletakkannya di hadapan
mereka. Orang yang terakhir memakannya seperti halnya orang yang pertama
memakannya.
Demikian pula kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abi
Hatim dari Ibnu Abbas.Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ammar bin Yasir
dari Nabi saw, beliau bersabda, “Hidangan itu diturunkan dari langit. Ia
berisikan roti dan daging. Mereka diperintahkan supaya jangan
berkhianat dan menyisakan untuk esok. Lalu mereka berkhianat dan
menyimpannya. Maka mereka dialih rupakan menjadi kera dan babi.”
KISAH POHON APEL
Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yangamat besar.
Seorang kanak-kanak lelaki begitu gemarbermain-main di sekitar pohon
apel ini setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta
memakanapel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya diaberistirahat lalu
terlelap di perdu pohon apeltersebut. Anak lelaki tersebut begitu
menyayangitempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai
anaktersebut.
Masa berlalu… anak lelaki itu sudah besar danmenjadi seorang remaja.
Dia tidak lagi menghabiskanmasanya setiap hari bermain di sekitar pohon
apeltersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepadapohon apel
tersebut dengan wajah yang sedih. “Marilah bermain-mainlah di
sekitarku,” ajak pohonapel itu.” Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak
lagi gemarbermain dengan engkau,” jawab remaja itu.” Aku mahukan
permainan. Aku perlukan wang untukmembelinya,” tambah remaja itu dengan
nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, ”
Kalau begitu, petiklahapel-apel yang ada padaku. Juallah untuk
mendapatkanuang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang
kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi
dari situ. Dia tidak kembali lagiselepas itu. Pohon apel itu merasa
sedih. Masa berlalu…Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira.”Marilah bermain-mainlah di sekitarku,”
ajak pohonapel itu.”Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa
bekerjauntuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumahsebagai tempat
perlindungan untuk keluargaku. Bolehkahkau menolongku?” Tanya anak itu.”
Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong
dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya.” Pohon
apel itu memberikancadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu
memotong kesemuadahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon
apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannyamerasa sedih karena remaja
itu tidak kembali lagiselepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemuipohon apel itu.
Dia sebenarnya adalah anak lelaki yangpernah bermain-main dengan pohon
apel itu. Dia telahmatang dan dewasa.”Marilah bermain-mainlah di
sekitarku,” ajak pohonapel itu.” Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak
lelaki yangsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa.
Akumempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, akutidak mempunyai
boat. Bolehkah kau menolongku?” tanyalelaki itu.”
Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh
memotong batang pohon ini untukdijadikan boat. Kau akan dapat belayar
dengangembira,” kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan
menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ
dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada
suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon
apel itu. Dia adalahanak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon
apelitu.”
Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau.
Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah,
batangkuuntuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang
hampir mati…” kata pohon apel itu dengan nada pilu.”
Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya,
aku tidak mahu dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak
mahu batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa
lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.”
Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohonapel itu.Lalu lelaki
tua itu duduk beristirahat di perdu pohonapel itu dan beristirahat.
Mereka berdua menangiskegembiraan.
Tersebut. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu
adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bilakita masih muda, kita suka bermain
dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka
untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta
pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap
menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira
dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam
terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana
kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa
ibu bapakepada kita. Jangan hanya kita menghargai merekasemasa menyambut
hari ibu dan hari bapa setiap tahun.
KISAH SEORANG SUFI
Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia
tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan
anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya
berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak
ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan
perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan
yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg
bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan
jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi
merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.
Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun
rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?””Ada beberapa sebab
mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil,” jawab sang sufi
yang tidak terkenal itu. “Pertama, karena betapa pun besarnya rumah
kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan
berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya.
Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan
istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam
bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah.”
Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam
hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, “Kedua,
dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa.
Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni
rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu.
Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah
tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah
kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?”
Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu
dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan
tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul
dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan
cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta
benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan
semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa
menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya
menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada
tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan
kosongnya sendiri.
Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, “Anakku,
jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan
biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk
tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat
martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini
disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk
memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan
menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan
hanya keserakahan seorang manusia saja.”
MEMBUKA PINTU SORGA
Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore
menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyabut kedatangan suaminya
yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali
membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.
Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. “Maaf sayangku,
kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun.”Fatimah menyahut sambil
tersenyum, “Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan?
Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta’ala.”
“Terima kasih,” jawab Ali.
Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan
dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap
kecewa atau sedih.Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat
berjama’ah.
Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. “Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?”
Áli menjawab heran. “Ya betul. Ada apa, Tuan?”
Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, “Dahulu ayahmu
pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya,
ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli
warisnya.”Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30
dinar.Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di
sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh
membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan
keperluan sehari-hari.Ali pun bergegas berangkat ke pasar.
Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan
tangan, “Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah,
bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di
perjalanan.”
Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada
orang itu.Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya
tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja
dialaminya.Fatimah, masih dalam senyum, berkata, “Keputusan kanda adalah
yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih
baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang
di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita.”
KISAH QARUN
Qarun adalah kaum Nabi Musa, berkebangsaan Israel, dan bukan berasal
dari suku Qibthi (Gypsy, bangsa Mesir). Allah mengutus Musa kepadanya
seperti diutusnya Musa kepada Fir’aun dan Haman. Allah telah mengaruniai
Qarun harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah
yang banyak memenuhi lemari simpanan. Perbendaharaan harta dan
lemari-lemari ini sangat berat untuk diangkat karena beratnya isi
kekayaan Qarun. Walaupun diangkat oleh beberapa orang lelaki kuat dan
kekar pun, mereka masih kewalahan.
Qarun mempergunakan harta ini dalam kesesatan, kezaliman dan
permusuhan serta membuatnya sombong. Hal ini merupakan musibah dan
bencana bagi kaum kafir dan lemah di kalangan Bani Israil.Dalam
memandang Qarun dan harta kekayaannya, Bani Israil terbagi atas dua
kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang yang beriman kepada
Allah dan lebih mengutmakan apa yang ada di sisi-Nya. Karena itu mereka
tidak terpedaya oleh harta Qarun dan tidak berangan-angan ingin
memilikinya. Bahkan mereka memprotes kesombongan, kesesatan dan
kerusakannya serta berharap agar ia menafkahkan hartanya di jalan Allah
dan memberikan kontribusi kepada hamba-hamba Allah yang lain.Adapun
kelompok kedua adalah yang terpukau dan tertipu oleh harta Qarun karena
mereka telah kehilangan tolok ukur nilai, landasan dan fondasi yang
dapat digunakan untuk menilai Qarun dan hartanya. Mereka menganggap
bahwa kekayaan Qarun merupakan bukti keridhaan dan kecintaan Allah
kepadanya. Maka mereka berangan-angan ingin bernasib seperti itu.
Qarun mabuk dan terlena oleh melimpahnya darta dan kekayaan. Semua
itu membuatnya buta dari kebenaran dan tuli dari nasihat-nasihat orang
mukmin. Ketika mereka meminta Qarun untuk bersyukur kepada Allah atas
sedala nikmat harta kekayaan dan memintanya untuk memanfaatkan hartanya
dalam hal yang bermanfaat,kabaikan dan hal yang halal karena semua itu
adalah harta Allah, ia justru menolak seraya mengatakan “Sesungguhnya
aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku”
Suatu hari, keluarlah ia kepada kaumnya dengan kemegahan dan rasa
bangga, sombong dan congkaknya. Maka hancurlah hati orang fakir dan
silaulah penglihatan mereka seraya berkata, “Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”Akan tetapi orang-orang
mukmin yang dianugerahi ilmu menasihati orang-orang yang tertipu seraya
berkata, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih
baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh….”
Berlakulah sunnatullah atasnya dan murka Allah menimpanya. Hartanya
menyebabkan Allah murka, menyebabkan dia hancur, dan datangnya siksa
Allah. Maka Allah membenamkan harta dan rumahnya kedalam bumi, kemudian
terbelah dan mengangalah bumi, maka tenggelamlah ia beserta harta yang
dimilikinya dengan disaksikan oleh orang-orang Bani Israil. Tidak
seorangpun yang dapat menolong dan menahannya dari bencana itu, tidak
bermanfaat harta kekayaan dan perbendaharannya.
Tatkala Bani Israil melihat bencana yang menimpa Qarun dan hartanya,
bertambahlah keimanan orang-orang yang beriman dan sabar. Adapaun mereka
yang telah tertipu dan pernah berangan-angan seperti Qarun, akhirnya
mengetahui hakikat yang sebenarnya dan terbukalah tabir, lalu mereka
memuji Allah karena tidak mengalami nasib seperti Qarun. Mereka berkata,
“Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang Dia
kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita
(pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari
(nikmat Allah).”
KISAH SESENDOK MADU
Ada sebuah kisah simbolik yang cukup menarik untuk kita simak. Kisah
iniadalah kisah tentang seorang raja dan sesendok madu. Alkisah, pada
suatuketika seorang raja ingin menguji kesadaran warganya. Raja
memerintahkanagar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan,
membawa sesendokmadu untuk dituangkan dalam sebuah bejana yang telah
disediakan di puncakbukit ditengah kota. Seluruh warga kota pun memahami
benar perintah tersebutdan menyatakan kesediaan mereka untuk
melaksanakannya.
Tetapi dalam pikiran seorang warga kota (katakanlah si A) terlintas
suatucara untuk mengelak, “Aku akan membawa sesendok penuh, tetapi bukan
madu.Aku akan membawa air. Kegelapan malam akan melindungi dari
pandangan mataseseorang. Sesendok airpun tidak akan mempengaruhi bejana
yang kelak akandiisi madu oleh seluruh warga kota.”
Tibalah waktu yang telah ditetapkan. Apa kemudian terjadi? Seluruh
bejanaternyata penuh dengan air. Rupanya semua warga kota berpikiran
sama dengansi A. Mereka mengharapkan warga kota yang lain membawa madu
sambilmembebaskan diri dari tanggung jawab.
Kisah simbolik ini dapat terjadi bahkan mungkin telah terjadi,
dalamberbagai masyarakat manusia. Dari sini wajar jika agama, khususnya
Islam,memberikan petunjuk-petunjuk agar kejadian seperti di atas tidak
terjadi:”Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku. Aku mengajak ke
jalan Allahdisertai dengan pembuktian yang nyata. Aku bersama
orang-orang yangmengikutiku (QS 12:108)Dalam redaksi ayat di atas
tercermin bahwa seseorang harus memulai daridirinya sendiri disertai
dengan pembuktian yang nyata, baru kemudian diamelibatkan
pengikut-pengikutnya.
“Berperang atau berjuang di jalan Allah tidaklah dibebankan kecuali
padadirimu sendiri, dan bangkitkanlah semangat orang-orang
mukmin(pengikut-pengikutmu) (QS 4:84)Perhatikan kata-kata “tidaklah
dibebankan kecuali pada dirimu sendiri.” NabiMuhammad saw. pernah
bersabda: “Mulailah dari dirimu sendiri, kemudiansusulkanlah
keluargamu.” Setiap orang menurut beliau adalah pemimpin danbertanggung
jawab atas yang dipimpinnya, ini berarti bahwa setiap orangharus tampil
terlebih dahulu. Sikap mental demikianlah yang dapat menjadikanbejana
sang raja penuh dengan madu bukan air, apalagi racun.